Senin, 05 Mei 2014

Penghasilan Rp 7 Juta Boleh Beli Rumah Subsidi Tapi Harus Rusun


http://images.detik.com/content/2014/05/07/1016/apartemenperumnas2.jpg
Jakarta -Pemerintah memberikan ketentuan batas penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin membeli rumah. Untuk rumah tapak, batas maksimum penghasilan Rp 4 juta/bulan dari sebelumnya Rp 3,5 juta/bulan, sedangkan rumah susun (rusun) Rp 7 juta/bulan dari sebelumnya Rp 5,5 juta/bulan.

Deputi Bidang Pembiayaan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo mengatakan kebijakan ini untuk memperluas jangkauan agar lebih banyak lagi masyarakat yang mampu membeli rumah.

"Batas penghasilan memperluas jangkauan masyarakat untuk bisa membeli rumah. Itu batas maksimal," kata Sri.

Ia menjelaskan, untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin membeli rumah dengan penghasilan jauh di bawah 4 juta dibolehkan untuk mendapatkan KPR subsidi asalkan mampu membayar cicilannya.

Sedangkan untuk rumah susun, batas maksimal penghasilannya Rp 7 juta, jika jauh di bawah penghasilan senilai itu pun boleh membeli rumah subsidi. "Kalau di atas itu (penghasialnnya) nggak boleh," katanya.

Selain itu, Sri mengatakan kebijakan ini bertujuan agar masyarakat didorong untuk tinggal di rumah susun. Salah satu caranya adalah dengan dihentikannya penyaluran KPR subsidi untuk rumah tapak.

"Kalau mau beli rumah tapak, ya tanggung sendiri bunganya. Kenyamanan sendiri harus ditanggung sendiri," katanya
Sri mengatakan, masyarakat Indonesia sudah saatnya berpikir lebih ke depan dengan tinggal di rumah susun. Selain itu, ketersediaan lahan untuk rumah tapak pun kian terbatas.

Terkait budaya tinggal di rumah tapak akan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Harga rumah susun pun akan ditentukan oleh pasar.

"Kalau di pasar kemampuan masyarakat belinya hanya mampu yang Rp 150 juta, tentunya pasokan akan menyesuaikan permintaan. Dan asumsi bangunan rusun itu sampai 20 tingkat atau lantai, tidak harus begitu. Kalau misalkan pengembang bisa menyediakan 2 atau 3 lantai harganya lebih murah bisa terjangkau masyarakat," katanya.

Penyediaan rumah susun untuk memenuhi kebutuhan para pekerja yang ingin tinggal di dekat tempat bekerja. Sehingga itu pun bisa mengurangi kemacetan lalu lintas karena pergerakan kendaraan akan semakin sedikit.

"Kalau jarak semakin jauh, ongkos semakin mahal, mereka kalau jauh itu selain transportasi massal menimbulkan kemacetan lalu lintas ke mana-mana. Kalau di perkotaan dia bisa manfaatkan angkutan umum. Bisa sekaligus mengurangi kemacetan melalui pembentukan kota kompak," katanya.
Meski demikian, Sri mengatakan, masyarakat tetap boleh membeli rumah tapak tapi tanpa subsidi.

Ia juga mengatakan, kenaikan harga subsidi yang telah ditetapkan pemerintah dipicu beberapa hal. Salah satunya adalah kenaikkan inflasi di setiap wilayah, tanah, biaya upah, dan bangunan.

"Harga itu pertimbangannya harga biasa saja. Upah, bahan, tanah, kondisi yang dipicu oleh inflasi," kata Sri.

Selain itu, Sri juga mengatakan, kenaikan harga ini akan merangsang para pengembang agar kembali bergairah membangun rumah dan rusun. Ia mengakui beberapa pengembang sempat menahan pasokan rumah karena ketentuan kenaikan harga rumah sempat tertunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar