Minggu, 16 Maret 2014

80% Pengaduan Properti dari Konsumen Jakarta, Terbanyak Apartemen

http://images.detik.com/content/2014/03/03/1016/apartemenperumnas.jpg
Jakarta -Data Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menunjukkan 80% pengaduan permasalahan properti 2013 berasal dari konsumen di Jakarta. Sebagian besar merupakan laporan terkait persoalan produk apartemen.

Kasubag Bantuan Hukum Kemenpera Novriyanti Harol mengatakan bahwa laporan pengaduan yang masuk ke Kemenpera melalui surat sebanyak 80% dari Jakarta, sebagian pelapor adalah Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS).

"Kebanyakan permasalahan itu apartemen, dari Jakarta bisa 80% untuk laporan melalui surat tertulis, tahun ini saja 9 laporan dari surat hanya 2 yang dari perorangan sisanya dari P3RS, sementara untuk laporan dari website itu 50% dari Pulau Jawa dan 50% dari luar Jawa," kata Novriyanti saat ditemui di Kantor Kemenpera Jakarta (3/3/2014).

Pada tahun 2013 yang lalu menurut Novrianti, pihaknya menerima total laporan pengaduan sebanyak 420 laporan. Dari total laporan tersebut 236 laporan sudah ditindaklanjuti.

"Tahun 2013 total ada 420 laporan pengaduan, dimana 378 itu dari website dan 42 melalui surat, sementara laporan yang sudah ditindaklanjuti ada 200 laporan untuk website sementara yang melalui surat 36. Pada tahun 2014 ini Kemenpera sudah mendapat 42 laporan dari website dan 9 melalui surat," tambahnya.

Menurut Novriyanti, permasalahan yang timbul bervariasi namun yang paling sering ditemui adalah terkait dengan sengketa antara para pengembang properti rumah susun dan para pemilik serta penghuni rumah susun.

"Permasalahan yang timbul itu bervariasi mulai masalah kepemilikan rumah atau pembayaran, dan yang paling banyak masalah apartemen sengketa hak suara antara pengembang dan pemilik apartemen dalam P3RSI yang kemudian menyangkut service charge, biaya perawatan, besarnya itu melalui kebutuhan nyata tapi selama ini yang terjadi mungkin seballiknya seperti di Cempaka Mas itu masalahnya di service charge pengenaan tarif listrik sama air," imbuhnya.

Novriyanti menjelaskan bahwa jika masyarakat ingin difasilitasi itu harus mengirimkan surat tertulis agar bisa difasilitasi untuk dipertemukan antara pengembang dan pemilik properti.

"Tapi kalau mereka ingin difasilitasi itu harus tertulis, kalau tak tertulis tidak bisa, biasanya yang kami lakukan kami telaah dulu kemudian kami rapat internal dan baru kami undang mereka. Jadi pengembang dan pemilik kita temukan, kita lihat apa masalahnya dan jembatani permasalahan yang ada," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar